Jumat, 09 September 2022

Phobia

 Faktanya,

Realita terkesima sebelum luka. 

Heran hindari suka untuk apa? 

Terlalu banyak opini sukar diterima. 

Sampai saat ini sebabkan suatu phobia.

Memang salah lampiaskan duka untuk sesama. 

Namun rasa tidak terima memaksa dendam semesta. 

Kenapa? 

Kenapa harus aku yang menanggungnya? 

Kenapa dia saja yang bersua sukaria? 

Kenapa aku harus tertimpa pahit dunia? 

Sampai mana luka harus terus terasa? 

Salah memang terlalu percaya? 

Jika terjabarkan maka bait ini akan penuh tanda tanya. 

Ingin rasanya kembali seperti jaya pada masanya. 

Ingin rasanya kembali tak merasa takut sukai manusia. 

Ingin rasanya kembali sukaria tanpa dilema. 

Ingin sekali rasanya senyum tanpa terpaksa. 

Memang mahir jadinya untuk terlihat baik-baik saja. 

Tapi apa daya terlalu lama jadi sesaknya derita. 

Mereka yang mulai percaya ramai tanpa luka karena tawa. 

Haruskah aku terus lanjutkan citra tak terluka, tuk terlihat baik saja? 

Sampai kapan harus bahagia terlihatnya? 

Kini aku hanya mau lanjutkan kehebatanku karenanya. 

Satu kata ibu yang tak pernah aku lupa tuk kembali padanya. 

Takan pernah tega sang pencipta beri sukar pada hambanya, tanpa tau kehebatannya. 

Terus lakukan saja jalanmu, karena itu rencana sang esa. 

Sekian. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar