Rabu, 07 Juli 2021

the real junggle!

07_07_2021
Akhmad nur faizin

Dulu. 
Waktu sebelum aku dipaksa usia dan realita. 
Waktu aku hanya tau rasa suka bukan duka. 
Aku hidup di bagian paling indah dan tenang yaitu desa. 
Seiring berjalannya waktu hidup terus melaju bagai roda. 
Sampai saat dimana hidup harus berlanjut, disitulah aku pergi ke ibu kota. 

Disaat nyaliku terkumpul untuk impian hidup yang maju. 
Beribu harapan dapat mapan agar semua terkabulkan. 
Namun, nyatanya tak segampang membalikkan tangan satu persatu. 
Hingga akhirnya rasa terluka, heran, dan semua pertanyaan tersatukan. 
Mulai ku terima perbedaan yang cukup mengejutkan, bila di bandingkan dengan suasana dulu ku bertahan. 

Yahh.. 
Itu baru perkenalan. 
Disini akan aku torehkan semua kejadian yang aku temukan di setiap jalan yang aku rasakan di kehidupan.
Keras mungkin tidak bisa menggambarkan semua rasa yang ada. 
Namun rasa sepetik fakta yang mungkin bisa terwakilkan oleh kata. 
Untuk realita yang menyayat, luka yang menganga, dan tersungkurnya pandanganku melihat mereka yang tersakiti. 
Disini aku dipaksa jadi saksi bisu atas kejamnya hukum rimba ibu kota. 
Dimana yang kuat yang bertahan, dan yang lemah akan lebih di lemahkan. 
Sifat" Tidak manusiawi atas egonya sendiri seolah hidup di satu ruang yang tak berpenghuni. 
Sopan santun ramah tamah tak lagi di pertinggi. 
Mungkin dengan tampilan mereka berbusana dan pintarnya merias muka, menjadikan rasa bahwa dia lebih dari mereka di sekitarnya. 
Rasa lebih tinggi itu timbunkan kesopanan yang hakikatnya terjuluk sebagai bangsa yang ramah dan budiman. 
Jakarta 07-07-21 aku ikrarkan nyatanya ego yang terdepan dan di depan untuk bertahan. 
Banyak luka yang tertoreh setiap detik di pinggiran yang menjadi figuran para pengguna jalan. 
Itu sudah jadi hiburan yang tak dihargakan. 
Anak kecil di paksa dipertontonkan di bahu jalan. 
Orang merendahkan diri dengan buta dan meminta sumbangan. 
Pengamen dengan lagu "bang bagi rejeki buat makan" Seakan jadi mars hiburan jalan. 
Para penari boneka cosplay yang tak sempat usap peluh dengan tangan. 
Para pemain seni ondel" Yang sekarang hanya di acuhkan. 
Dan para pejuang rupiah yang harus bercucuran keringat baru bisa makan. 
Masih banyak lagi fakta yang terlihat oleh mata. 
Pesanku untuk hati kecilku adalah terus syukuri nikmatmu selagi kamu masih bisa. 
Jangan kau pandang langit di atas sana, namun kau lupa tanah yang kau tapak dengan sama. 
Mereka juga manusia. 
Punya tuhan yang sama dan sama" tidak punya kesempatan memilih mau jadi seperti apa. 
Masihkah kita mengeluh untuk apa kita tidak bisa seperti dia. 
Syukuri karna tuhan tau porsimu dan semua yang terbaik. 
_sekian.